TESTIMONI (KESAKSIAN)
1.
Pemahaman Individu terhadap Pengetahuan
Para filsuf dahulu kala dalam pencarian
pengetahuan dilakukan dengan aktivitas yang soliter (secara terpisah /
sendiri-sendiri). Hal ini dipastikan
dalam pendekatan rasional, secara jelas diilustrasikan oleh Descartes dalam Meditations (1641). Duduk sendiri dengan
api, dia membuktikan keberadaan Tuhan dan Tuhan tidak memperbolehkan dirinya
tertipu (larut) dengan hal-hal duniawi. Kaum empiris dengan metoda paradigmanya
memperoleh pengetahuan tentang dunia melalui persepsi; untuk mengetahui p, anda harus memahami dan mempercayai p. Individu secara soliter menempatkan
asal usul ilmu, baik berdasarkan pengetahuan bawaan maupun pengetahuan empiris
yang dibangun melalui persepsi. Kita dapat menyebutnya memahami pengetauan
secara “Individu”. Terdapat beberapa
pernyataan eksplisit melalui pendekatan secara individu:
®
Pergerakan pendapat orang lain di dalam
otak kita membuat kita tidak sedikit lebih tahu, meskipun benar terjadi. Hal
tersebut disebut sains dan kami menyebutnya pendapat. (Locke, 1975)
®
On no man’s word. (Moto masyarakat
Royal)
®
Jangan percaya perkataanku,
bergantunglah pada cahayamu sendiri. (Budha)
Dalam bab ini kita akan mempertanyakan
apakah klaim bahwa keyakinan testimonial adalah tingkat kedua, dan akankah
dapat diterima dalam memperoleh percaya yg terjustifikasi dan pengetahuan dari
orang lain.
2. Testimoni
Belakangan ini banyak kepentingan
bergeser dari konsep individual terhadap pengetahuan, yaitu kita dapat
memperoleh pengetahuan empiris dari orang lain tanpa merasakan sendiri.
Sebelumnya, perlu dicatat hal ini merupakan kesatuan mengenai bagaimana secara
umum kita membicarakan pengetahuan. Istilah umum dari pengetahuan adalah
“Pengetahuan yang bersifat pembuktian” dengan kesaksian dapat diaplikasiakan
secara luas. Laporan pembuktian terdiri dari pernyataan lisan, tertulis,
rekaman, pantomim, isyarat dan segala bentuk komunikasi yang dapat digunakan
untuk memberikan informasi tentang dunia. Salah satu contoh adalah gerakan
kepala dalam merespon pertanyaan, baik mengangguk atau menggeleng. Berbicara
mengenai kesaksian tidak hanya menyangkut kesaksian formal secara hukum di
pengadilan maupun secara keagamaan di gereja. Kesaksian disini mengacu pada
kejadian setiap hari sehingga mendapatkan informasi (pengetahuan) dari
seseorang. Sala satu contoh putatif mengenai pengetahuan yang bersifat
pembuktian; setiap manusia memiliki otak (Saya belum pernah melihat apa yang
terdapat didalam tengkorak) dan Pegunungan D’Huez berada di sebelah Timur
Grenoble (hal tersebut ada di peta, saya belum pernah kesana). Dalam bab ini
kita mempercayai contoh putatif tersebut sebagai pengetahuan. Hal ini
dipastikan dengan banyaknya kesaksian yang telah tersiar, kita tidak memiliki
pilihan selain mempercayainya, dan kita tidak memiliki kesempatan untuk
membuktikannya secara langsung. Isu utama yang menjadi pokok permasalahan selanjutnya
adalah “apakah” dan “bagaimana” kita terjustifikasi dalam menerima kesaksian
dari orang lain. Terdapat dua catatan pembenaran, yaitu Hume dan Thomas Reid.
3. Catatan Hume Mengenai Testimoni
Hume adalah filsuf pertama yang mencatat
pentingnya kesaksian. “there is no
species of reasoning more common, more useful, and even necessary to human
life, than that which is derived from the testimony of men and the reports of
eye-witnesses and spectators” (Hume, 1999). Dapat disebutkan bahwa tidak
satu penalaran pun lebih umum, lebih berguna dan bahkan lebih diperlukan dalam
kehidupan dari pada yang berasal dari kesaksian seseorang dan laporan saksi
mata dan penonton. Dalam catatan tertulis bagaimana kesaksian dipercaya sebagai
pembenaran. Saya hanya akan terjustifikasi dalam mempercayai pernyataan seseorang
jika dia memiliki track record
(pengalaman/catatan) yang baik. Hal ini merupakan catatan yang reduktif tentang kesaksian bagi Humean sejak sumber pembenaran dari
kesaksian tersebut berasal dari kemampuan epistemic lain yang mereka dimiliki. Humean disini berarti suatu kelompok
yang mengadopsi catatan reduktif Hume mengenai ‘kesaksian’, namun tidak
bersifat skeptif. Pembenaran kesaksian yang bersifat reduktif dapat berupa
persepsi, ingatan dan kesimpulan. Terdapat dua masalah mengenai catatan reduktif.
Bab ini akan membahas dalam sudut pandang Humean.
3.1 Permasalahan yang tak berujung pangkal (berputar)
Hal ini menyangkut
pembuktian mengenai pembenaran kesaksian yang kita percaya. Salah satu
contohnya adalah saat mendengar berita di radio mengenai suatu kejadian.
Menurut catatan Humean terdapat
ketidakjelasan apakah saya harus mempercayai pembaca berita tersebut. Saya
tidak pernah mendengar pembaca berita tersebut sebelumnya, saya tidak pernah
berbicara dengan pembaca berita tersebut dan saya tidak mengetahui track record pembaca berita. Hal ini
seharusnya tidak membiarkan saya terjustifikasi dalam mempercayai laporan dari
pembaca berita. Untuk mengatasi kesimpulan yang berlawanan, Humean mengklaim bahwa pembuktian dapat
dikembangkan jika kita dapat menyimpulkan dasar hubungan antara jenis pembaca
berita dan jenis kegiatannya. Saya tidak pernah mendengar pembaca berita
tersebut sebelumnya, namun memiliki bukti bahwa pembaca berita tersebut secara
umum memang melaporkan jenis kegiatan tersebut sebelumnya. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan bukti yang independen untuk menilai apakah jenis
pembaca berita dan jenis kegiatan memang terpercaya. Kita dapat mengecek
kebenaran tersebut melalui media cetak dan internet. Sumber tersebut juga merupakan
laporan kesaksian, sehingga masalah catatan pembenaran ini akan selalu
berputar.
3.2 Argumen Martian
Disini kita akan
membicarakan argumen yang bertentangan dengan catatan Humean mengenai testimoni
(kesaksian). Salah satu yang diungkapkan oleh Tony Coady (1973;1992); menurut Humean kita memperoleh pembenaran
kesaksian bukan berdasarkan hubungan empiris antara pernyataan seseorang
tentang dunia dan dunia yang sebenarnya. Permasalahannya adalah kita hanya
harus mempercayai pembicara dengan memiliki bukti mengenai track record. Jika Humean
tidak memiliki bukti, maka pernyataan pembicara akan disebut salah dan Humean mengklaim bahwa mereka tidak
terjustifikasi dalam mempercayai pernyataan pembicara. Menurut catatan Humean adalah memungkinkan untuk
bertatap muka dengan kelompok pembicara yang tidak terpercaya. Kelompok
pembicara yang tidak terpercaya disini disebut sebagai “Martians”. Menurut Tony
Coady keberadaan dari Martians adalah tidak ada.
Untuk mengerti bahasa
alien atau bahasa asing, kita harus membedakan secara jelas kata dalam bahasa
asing dan kata dalam bahasa sendiri. Jika alien atau orang asing mengatakan
“ral-pop” saat kehadiran “armadilo” maka masuk akal “ral-pop” berarti
“armadilo”. Menurut Humean hal
tersebut tidak berarti karena tidak berhubungan, maka laporan tersebut diklaim
adalah salah. Apabila saat menunjuk armadilo orang asing tersebut mengatakan
“ral-pop” atau “hceeb” atau kadang mengatakan “kao”. Coady mengklaim dari pemikiran
tersebut bahwa Martians adalah tidak ada. Karena kelompok tersebut mengatakan
“ral-pop” yang berarti armadilo atau makhluk yang mengeluarkan suara “ral-pop”
sebagai armadilo. Dalam hal ini kita menyadari bahwa kesaksian kadang tidak
selalu benar. Klaim bahwa semua kesaksian adalah salah, hal tersebut tidak
masuk akal.
4. Catatan Kesaksian Reid
Humean mengklaim bahwa
kita tidak memiliki alasan untuk menerima kesaksian seseorang, kecuali kita
memiliki bukti yang kuat bahwa itu dapat diandalkan. Thomas Reid, menunjukkan
sebuah pendekatan yang bertentangan, bahwa ia berpendapat kita harus menerima
kesaksian seseorang, kecuali kita memiliki alasan yang kuat untuk menyangkal
bahwa laporan itu tidak benar. Pada umumnya kita hanya percaya apa yang orang
lain katakan dan mungkin kita mudah tertipu tentang hal tersebut. Seperti
biasanya kita percaya terhadap apa yang kita lihat dengan mata kepala kita
sendiri. Namun, hal ini tidak terbatas pada anak-anak, sampai mereka bertemu
dengan kasus penipuan dan kebohongan, dimana mereka memiliki tingkat kekuatan
yang cukup terhadap kesaksian secara alamiah cenderung ke sisi keyakinan.
Namun, jika itu adalah
sesuatu yang kita peroleh melalui pengalaman sebagai Humean klaim, maka seperti
anak-anak mudah percaya apa yang orang lain katakan tersebut menjadi lemah dan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Pernyataan kedua reid
mengklaim bahwa percaya dibenarkan, karena secara alami seseorang dibuat untuk
menyuarakan kebenaran. Kita memiliki kecenderungan untuk berbicara kebenaran,
dengan menggunakan tanda-tanda bahasa, sehingga untuk menyampaikan sentimen
kita terhadap seseorang, tidak perlu seni atau pelatihan, maupun tidak ada
bujukan dan godaan, melainkan dorongan alamiah. Sebaliknya berbohong merupakan
benturan terhadap sifat alami kita.
Jadi, pernyataan
tentang sifat manusia dimana kita memiliki sifat apriori yang tepat untuk
menerima kesaksian. Karena kesaksian yang benar terletak pada alam bawah sadar
kita untuk menerimanya. Dalam keadaan tertentu kita mengetahui seseorang mabuk
atau gila, dan juga sensitif terhadap: nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa
tubuh, mungkin itu menunjukkan bahwa kita memiliki masalah. Dalam keadaan biasa
mungkin hal ini rasional untuk percaya apa yang orang lain katakan dari pada
mempercayai penilaian persepsi sendiri. Contohnya:
Ronnie mungkin saja
lebih baik dari Adi, dengan demikian ketika bermain di kolam renang, Adi harus
percaya padanya jika Ronnie mengatakan bahwa bola putih itu akan melewati satu strip
merah, bahkan bagi Adi itu seolah-olah tidak mungkin terjadi. Demikian pula,
jika telinga Camille adalah lebih baik daripada telingga Mawar, maka Mawar harus percaya padanya jika Camille mengatakan
bahwa biola mengeluarkan suara selaras. Seperti contoh yang mengilustrasikan di
atas bahwa kesaksian bukanlah sumber kedua dari keyakinan, melainkan kita
dibenarkan untuk mempercayai perkataan orang lain untuk sesuatu yang bahkan
mungkin bertolak belakang dengan keyakinan perpektual kita sendiri.
Comments
Post a Comment