Manajemen Laba
Penjelasan mengenai
konsep manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan yang terkait dengan
hubungan atau kontrak diantara para anggota perusahaan, terutama hubungan
antara pemilik (prinsipal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak antara satu orang atau
lebih pemilik (prinsipal) yang menyewa orang lain (agent) untuk melakukan
beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang
pengambilan keputusan kepada agen. Michelson et al (1995) mendefinisikan
keagenan sebagai suatu hubungan berdasarkan persetujuan antara dua pihak,
dimana manajemen (agent) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain yaitu
pemilik (prinsipal). Pemilik akan mendelegasikan tanggungjawab kepada manajemen,
dan manajemen setuju untuk bertindak atas perintah atau wewenang yang diberikan
pemilik.
Prinsipal dan agent
diasumsikan sebagai pihak-pihak yang mempunyai rasio ekonomi dan dimotivasi
oleh kepentingan pribadi sehingga, walau terdapat kontrak, agent tidak akan
melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan pemilik. Hal ini disebabkan agent
juga memiliki kepentingan memaksimalkan kesejahteraannya. Informasi dalam teori
agensi digunakan untuk pengambilan keputusan oleh prinsipal dan agen, serta
untuk mengevaluasi dan membagi hasil sesuai kontrak kerja yang telah disetujui.
Hal ini dapat memotivasi agen untuk berusaha seoptimal mungkin dan menyajikan
laporan akuntansi sesuai dengan harapan prinsipal sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan prinsipal kepada agen (Faozi, 2002).
Dalam hubungan antara
agen dan prinsipal, akan timbul masalah jika terdapat informasi yang asimetri
(information asymetry). Scott (1997) menyatakan apabila beberapa pihak yang
terkait dalam transaksi bisnis lebih memiliki informasi daripada pihak lainnya,
maka kondisi tersebut dikatakan sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi
dapat berupa informasi yang terdistribusi dengan tidak merata diantara agen dan
prinsipal, serta tidak mungkinnya prinsipal untuk mengamati secara langsung
usaha yang dilakukan oleh agen. Hal ini menyebabkan agen cenderung melakukan
perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour).
Salah satu disfunctional
behaviour yang dilakukan agen adalah pemanipulasian data dalam laporan keuangan
agar sesuai dengan harapan prinsipal meskipun laporan tersebut tidak
menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Pemanipulasian data dalam
laporan keuangan tersebut dapat berupa praktek manajemen laba (earning
management). Manajemen laba merupakan proses yang dilakukan manajer dalam
batasan general accepted accounting principles, yang sengaja mengarah pada
suatu tingkatan yang diinginkan atas laba yang dilaporkan (Assih, 2000).
Manajemen laba dapat terjadi ketika manajemen lebih menggunakan judgement dalam
menyusun laporan keuangan serta dalam memilih transaksi-transaksi yang dapat
merubah laporan keuangan (Healy & Wahlen, 1998). Sedangkan menurut Scott
(2000),manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai
tujuan khusus.
Lebih lanjut Scott (1997)
mengemukakan bahwa manajemen laba dapat berupa :
- Taking a bath
Manajemen
melakukan metode taking a bath dengan mengakui biaya-biaya dan kerugian periode
yang akan datang pada periode berjalan ketika pada periode berjalan
terjadi keadaan buruk yang tidak menguntungkan.
- Income minimization
Manajer melakukan
praktik manajemen laba berupa income minimization dengan mengakui secara lebih
cepat biaya-biaya, seperti biaya pemasaran, riset dan pengembangan, ketika
perusahaan memperoleh profit yang cukup besar dengan tujuan untuk mengurangi
perhatian politis.
- Income maximization
Income maximation
merupakan upaya manajemen untuk memaksimalkan laba yang dilaporkan.
- Income smoothing
Income smoothing
merupakan praktik manajemen laba yang dilakukan dengan menaikkan atau
menurunkan laba, dengan tujuan untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan,
sehingga perusahaan tampak lebih stabil dan tidak beresiko.
Comments
Post a Comment