Perlakuan Akuntansi Untuk Inflasi dan Perubahan Harga

            Selama bertahun-tahun salah satu masalah terbesar dalam teori akuntansi adalah inflasi. Secara sederhana inflasi ditandai dengan kenaikan rata-rata harga barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Perlu dicatat meskipun tidak terjadi inflasi, secara sendirinya harga akan berubah seiring dengan perubahan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa. Dalam sistem akuntansi yang berbasis cost historis, terdapat dua masalah besar mengenai inflasi yaitu:
1.      Banyaknya data cost historis yang ditunjukkan dalam laporan keuangan tidak relevan secara ekonomis karena harga berubah sejak laporan keuangan tersebut diterbitkan.
2.      Laporan keuangan yang menyajikan dolar, menunjukan perbedaan nilai dolar pada suatu waktu sehingga terjadi perubahan kemampuan daya beli yang sebenarnya tidak bertambah.

Sejarah Akuntansi Tentang Pengaruh Perubahan Harga di Amerika Serikat Sebelum SFAS No.33
Para akuntan di Amerika Serikat menyadari bahwa selama lebih dari 75 tahun terdapat dampak potensial pada laporan keuangan yang merupakan pengaruh perubahan harga, baik secara khusus maupun umum. Pada tahun 1920 beberapa perusahaan secara spesifik menyatakan ulang laporan keuangan sebagai akibat perubahan harga. AAA berpendapat bahwa “akuntansi bukanlah suatu proses penilaian, namun merupakan alokasi dari kos historis dan pendapatan pada periode saat itu dan seterusnya. Diawal tahun 1950-an AAA dan AICPA mengubah pandangan mereka. Hingga tahun 1951, AAA mengeluarkan Suplementary Statement No. 2 mengenai “Perubahan Tingkat Harga dan Laporan Keuangan”. Pernyataan ini menyarankan agar laporan keuangan seharusnya dinyatakan dalam unit-unit daya beli umum sebagai tambahan laporan yang berbasis kos historis. Sedangkan AICPA pada tahun 1961 mengeluarkan ARS No. 6 dan APB statement No. 3 yang isinya mendukung laporan penyesuaian tingkat harga umum. Komite Trueblood juga menegaskan kembali pentingnya pengakuan atas perubahan harga dalam laporan keuangan. FASB mengumumkan konsep laporan yang berjudul ”Pelaporan Keuangan dalam Unit-unit Daya Beli yang Bersifat Umum”.

ASR mewajibkan pengungkapan pergantian kos, berbeda dengan pernyataan SFAS No. 33. Organisasi akuntansi seperti AAA,AICPA dan FASB lebih menyukai pendekatan price-level restated, pernyataan ulang tingkat harga yang berdasarkan kos historis, karena alasan metodologi dimana menyatakan kembali kos historis dalam perubahan unit saat ini lebih mudah daripada mengukur current cost (kos saat ini). Sedangkan SEC dengan ASR 190 menggunakan pendekatan current cost dan membawa perubahan akuntansi yang dramatis dalam perubahan harga di Amerika Serikat. John C. Burton, seorang akademisi dan akuntan di SEC yang mengemukakan pokok-pokok pikiran yang menyatakan bahwa inflasi akan menyebabkan suatu penyimpangan yang besar apabila dalam pengukurannya menggunakan pendekatan satuan uang yang bersifat historis. Tidaklah tepat apabila menandingkan kos historis dengan pendapatan periode berjalan karena tidak akan memberikan prediksi rata-rata aliran arus kas bersih  jangka panjang yang baik jika berada dalam perubahan harga yang sangat cepat.
Pembentukan Indeks Harga
Untuk mengukur tingkat perubahan harga yang terjadi pada beberapa periode, maka diperlukan pembentukan suatu indeks harga. Indeks harga merupakan rata-rata tertimbang dari harga barang dan jasa saat ini, sebagai nilai dasar dalam suatu periode dan sebagai penentu besarnya perubahan nilai yang telah terjadi. Dalam perekonomian terdapat sektor khusus, seperti modal peralatan dalam industri yang secara umum membentuk harga untuk barang dan jasa. Hal ini mengakibatkan dua tipe indeks harga yaitu indeks harga khusus dan indeks harga umum. Kedua tipe indeks membutuhkan statistic sampling dari jumlah barang dan jasa yang terlibat, karena jumlah transaksi yang terlalu banyak sehingga mudah ditemukan eror sampling.
Rumus indeks berdasarkan Indeks Laspeyres, dengan menggunakan kuantitas tahun dasar :
 
 Dimana :
In       :  indeks untuk tahun ke-n
Pni     :  harga saat periode n pada barang i
Poi     :  harga saat periode o (tahun dasar) pada barang i
Qoi    :  kuantitas saat periode o pada barang i
Σi      :  jumlah keseluruhan

Rumus indeks Paasche :
 
Dimana :
Qni    :  kuantitas saat periode n pada barang i           
Perhitungan indeks laspeyres hanya berdasarkan kuantitas tahun dasar dan penggunaannya juga dengan biaya yang lebih rendah, maka SFAS No. 33 mewajibkan penggunaan Indeks Laspeyres dalam penyesuaian tingkat harga umum.
Gambaran Umum Mengenai Akuntansi Inflasi
Diskusi mengenai inflasi, perlu ditekankan antara penyesuaian daya beli umum dengan nilai sekarang. Penyesuaian tingkat harga umum terkait dengan perubahan dalam  kemampuan daya beli suatu unit moneter dalam satuan waktu atas keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi. Perhitungan penyesuaian menggunakan indeks harga umum. Sedangkan penilaian sekarang (current cost/fair value) menggambarkan suatu usaha untuk memperoleh harga dalam suatu periode tertentu atas aktiva, kewajiban, biaya, dan pendapatan. Terdapat dua tipe pengukuran dalam penilaian sekarang yaitu :
1.    Nilai Beli (entry value)
Entry value berhubungan dengan nilai yang digunakan pada perusahaan dan ditunjukkan oleh harga pengganti. Agar dapat memahami dengan baik penggunaan nilai beli, maka digunakan tiga jenis penilaian yaitu : (1) PV yaitu merupakan nilai sekarang dari perputaran arus kas masa yang dipengaruhi oleh aset. (2) EV yaitu nilai beli atau harga pengganti. (3) NRV yaitu nilai jual atau nilai bersih yang direalisasi. Ada beberapa kombinasi yang mungkin terjadi yaitu :
1.    NRV>PV>EV                           4. PV >NRV>EV
2.    NRV>EV>PV                           5. EV>PV>NRV
3.    PV>EV>NRV                           6. EV>NRV>PV
     Ketiga jenis penilaian diatas dapat digunakan untuk mengidentifikasi kas. Jika PV > NRV maka suatu aktiva yang dimiliki perusahaan harus tetap dipertahankan dan digunakan (situasi 3, 4, dan 5) dan apabila NRV > PV maka aktiva tersebut harus dijual (situasi 1, 2, dan 6). Apabila NRV > EV, maka aktiva dapat dijual atau dapat juga tetap digunakan. Sedangkan dalam situasi 1, 2, dan 6 dimana penjualan kembali adalah wajar dapat diaplikasikan pada persediaan. Jika perkalian antar nilai diperlukan maka digunakan deprival value dengan menentukan nilai tertinggi antara PV dan NVP. Jika menggunakan banyak penilaian, dibeberapa kasus dapat terjadi deprival value yang lebih besar dari PV dan NRV. Nilai EV yang lebih rendah dibandingkan NRV dan PV juga akan membuat penghalang nilai.
Permasalahan dalam Pengukuran
            Sulitnya penaksiran pengukuran nilai beli saat ini (entry value). Pengukuran langsung lebih banyak digunakan dari pada pengukuran tak langsung karena lebih menggambarkan yang sebenarnya, dapat diverifikasi dan biasanya lebih murah. Pengukuran langsung persediaan barang di dapat dari harga barang di pasar saat normal. Sedangkan depresiasi aset tetap menggunakan pengukuran tidak langsung.
2.    Nilai Tukar (exit value)
            Nilai tukar berbeda dengan nilai beli karena nilai yang berubah secara konstan. Nilai tukar menunjukkan harga jual yang dapat diperoleh pada saat terjadi penjualan aktiva perusahaan melalui proses likuidasi namun dalam situasi perusahaan akan tetap meneruskan operasinya. Laporan neraca menjadi laporan keuangan utama apabila menggunakan nilai tukar, sedangkan laporan laba rugi menunjukkan peningkatan kemampuan perusahaan yang bersumber dari operasi perusahaan dalam suatu periode.
Keuntungan dan Kerugian dari Kemampuan Daya Beli
Keuntungan dan kerugian dari kemampuan daya beli terjadi akibat memiliki aset atau kewajiban moneter bersih pada saat tingkat harga berubah. Aktiva moneter dan kewajiban termasuk di dalamnya adalah kas serta aktiva dan kewajiban lain seperti utang dan piutang dalam dolar. Kemampuan daya beli keuntungan dan kerugian ditentukan dengan mengukur jumlah barang di perusahaan dibandingkan dibandingkan dengan jumlah barang secara aktual.
Kondisi
Perusahaan
Kondisi Ekonomi
Inflasi
Deflasi
Aktiva Bersih
Kerugian Daya Beli
Keuntungan Daya Beli
Kewajiban Bersih
Keuntungan Daya Beli
Kerugian Daya Beli

Mempertahankan Keuntungan dan Kerugian
Mempertahankan keuntungan atau kerugian pada aktiva yang sesungguhnya dibagi dua bagian yaitu:
a)    Monetary holding gains and losses yang secara alami terjadi karena perubahan dalam tingkat harga umum selama satu periode. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian modal dan bukan merupakan komponen pendapatan.
b)   Real holding gains and losses, yang merupakan perbedaan antara jumlah general price level adjusted dan current value. Disposisi terhadap real holdings gains and losses sangat penting dalam penentuan pendapatan.

Gearing Adjusment
Gearing adjustment biasa digunakan oleh Ingris sebagai mekanisme dalam akuntansi inflasi. Gearing adjustment merupakan hasil dari keuntungan ekuitas modal yang dihasilkan saat inflasi karena utang modal tidak memiliki klaim atas holding gain. Gearing adjustment merupakan konsep yang rumit.

Sistem Pengukuran Pendapatan
Terdapat beberapa pendekatan teoritis mengenai masalah inflasi. Neraca menggunakan penyesuaian tingkat harga umum (GPLA) dan penilaian saat ini yang bertujuan untuk pemeliharaan modal.
General Price-Level Adjustment (GPLA)
Kos historis dalam mengukur pemeliharaan modal tidak bisa dalam dolar. Sehingga pengukuran tingkat harga umum menambahkan diskusi  mengenai  jenis pemeliharaan modal.
Pendekatan Nilai  Sekarang
            Terdapat tiga pendekatan untuk nilai sekarang yang berorientasi pada metode penilaian. Ketiga pendekatan tersebut menunjukkan pendapatan operasional saat. Oleh karena itu, pendapatan operasional harus memiliki relevansi yang  berlaku bagi  pengguna dari sudut pandang akuntabilitas dan  kemampuan prediktif.
a.  Pendapatan Distribusi (Distributable Income)
Keuntungan modal tergantung dari penyesuaian modal (terdiri dari ekuitas pemilik bukan pendapatan). Kemampuan daya beli keuntungan atau kerugian dihitung menggunakan indeks Paasche untuk mengukur perubahan biaya pengganti aset operasi yang digunakan perusahaan.
b.  Pendapatan Realisasi (Realized Income)
            Komponen realisasi dari mempertahankan keuntungan (holding gains) adalah berdasarkan pendapatan.  Hasil pengukuran pemeliharaan modalnya hampir sama dengan GPLA (General Price-Level Adjustment) meskipun secara total pernyataannya berbeda pada hal tertentu.
c. Kemampuan Menghasilkan Pendapatan (Earning Power Income)
Komponen EPI meliputi pendapatan dari holding gains sesungguhnya yang muncul selama tahun yang bersangkutan. Metode ini merupakan salah satu indikator atau sinyal kepada pengguna mengenai laba dimasa akan datang yang diharapkan akan meningkat. EPI di rekomendasikan untuk penalaran kemampuan prediksi. Namun EPI memiliki beberapa kelemahan, sehingga holding gain sesungguhnya terlihat mengada –ada.
Masalah Pemeliharaan Modal
Mengacu pada bukti pemeliharaan modal GPLA dan RI mengukur pemeliharaan modal keuangan dalam dolar yang disesuaikan dengan perubahan daya beli umum, sedangkan DI menggunakan pengukuran pemeliharaan modal fisik. Perdebatan hangat timbul mengenai pengukuran pemeliharaan modal yang manakah yang lebih tepat?
Pengukuran dalam dolar merupakan mata uang yang dipakai daya beli umum, terutama jika index harga konsumen digunakan, akan lebih banyak diterapkan bagi investor (pemilik) daripada perusahaan itu sendiri. Sehingga pemeliharaan modal keuangan lebih kearah teori kepemilikan. Pemeliharaan modal fisik lebih ambigu dibandingkan dengan pemeliharaan modal keuangan, karena pengukuran dalam dolar dimaksudkan untuk melihat produktivitas modal di perusahaan tidak mudah dilakukan. Menurut Carsberg, modal fisik dapat diartikan:
1.     Pemeliharaan jumlah fisik dari aset operasi nonmoneter.
2.     Pemeliharaan aset nonmoneter untuk memastikan barang dan jasa tetap diproduksi dengan jumlah yang sama.
3.     Pemeliharaan asset operasi nonmoneter dan moneter penting untuk produksi barang dan jasa dalam jumlah tetap.
Masalah lain terkait pemeliharaan modal fisik adalah perusahaan yang memiliki usaha baru membutuhkan total investasi yang sama sekali berbeda, dalam bentuk tanah dan perlengkapan yang saat ini pengukurannya menggunakan modal fisik.

Ketetapan SFAS No. 33 dan Penolakan Dalam SFAS No. 82 dan 89
FASB memutuskan untuk tetap memakai biaya historis nominal sebagai dasar laporan keuangan. SFAS No. 33 secara spesifik menjelaskan pengaruh perubahan harga seharusnya disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan tahunan. Didukung dengan pendekatan dolar yang stabil akan sama baiknya dengan pendekatan nilai sekarang. FASB menyimpulkan perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan pendekatan pengukuran yang berbeda.
Menurut SFAS No. 33 perusahaan publik diartikan sebagai berikut:
1.      Pemilik kewajiban atau sekuritas ekuitas yang diperdagangkan dalam sebuah pasar umum di bursa saham domestik atau dalam pasar di luar domestik.
2.      Diwajibkan untuk mengajukan laporan keuangan kepada sekuritas dan SEC.
Selama pelaporan dolar konstan, SFAS mensyaratkan pengungkapan atas :
1.      informasi pendapatan dan operasi selanjutnya selama pajak tahunan beredar berbasis kos historis atau dolar konstan.
2.      keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih untuk pajak tahunan.
Mengenai nilai sekarang, hal yang perlu diungkapkan selanjutnya adalah:
1.      informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk peredaran pajak tahunan berdasarkan basis biaya sekarang.
2.      jumlah dari biaya sekarang dari persediaan properti, tanah dan perlengkapan di akhir peredaran pajak tahunan.
3.      peningkatan atau penurunan untuk peredaran pajak tahunan dalam harga sekarang sejumlah nilai persediaan properti, tanah dan kepemilikan pada saat inflasi.
Akhirnya SFAS No. 33 gagal karena beberapa alasan, yaitu adanya kemunduran dramatis dari inflasi selama awal tahun 1980an. Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, pertanyaan tentang pengertian dan penggunaan untuk tujuan prediktif.
SFAS No. 82
Terbitkan diakhir tahun 1984, menghapus pengungkapan pendapatan dolar konstan yang sebelumnya diharuskan dalam SFAS No. 33. Informasi yang disajikan membuat pengguna bingung dan merupakan penyebab dari overload informasi, karena kesamaan pengungkapan pendapatan biaya.


SFAS No. 89
Hal yang menarik dari SFAS No. 89 adalah terbit hanya dengan tiga sampai empat dukungan. Dengan komentar yang cukup mencerahkan. Dimana David Mosso mempercayai bahwa isu terkait perubahan harga umum dan harga spesifik adalah masalah utama yang akan dihadapi oleh FASB. Hal tersebut melawan pernyataan dari SFAS No. 33. Hal serupa juga diungkapkan oleh Raymond Lauver. Robert Swieringa juga sependapat dengan Mosso dan Lauver yang juga melihat adanya kekurangan sistem dan data berkelanjutan, khususnya terkait biaya tetap dari pemasangan dan penetapan data biaya saat ini.

Masalah Khusus Dalam Pengukuran dan Penilaian
Ilmu pengetahuan saat ini masih terlalu dangkal untuk menghadapi perubahan harga dan inflasi. Sehingga perlu diteliti dua permasalahan yaitu:
1.      Penilaian saat ini dari aset tetap yang setengah usang.
2.      Termasuk hutang jangka panjang dalam pengukuran kerugian dan keuntungan daya beli.
Penyusutan dan Keusangan Teknologi Secara Parsial
Pengukuran langsung dari penggunaan nilai aset tetap tidak dapat dipakai untuk kebanyakan aset tetap. Penilaian sekarang dari aset tetap dan penyusutannya menjadi sulit ketika adanya keusangan teknologi. Keusangan teknologi dikarenakan adanya pengembangan terhadap mesin baru, perlengkapan dan perangkat keras yang menyediakan jasa produksi yang serupa dengan aset yang lama namun dengan biaya lebih rendah. Kasus yang terjadi belakangan ini adalah keusangan aset secara parsial.

Keuntungan Daya Beli Dalam Hutang Jangka Panjang
Pada umumnya perusahaan akan memperoleh keuntungan dalam utang jangka panjang selama inflasi karena surat perjanjian utang akan dibayar kembali dengan dolar lebih murah patut menjadi pertanyaan yang serius. Pemegang obligasi memahami jika inflasi terus terjadi, maka pembayaran kembali oleh pihak perusahaan akan memberikan daya beli yang lebih kecil dibandingkan dengan dolar yang sesungguhnya dipinjamkan pada perusahaan. Terdapat dua komponen suku bunga yaitu:
1.     Pengembalian kembali dengan rate bebas resiko ditambah resiko pemegang obligasi.
2.     Penyesuaian elemen tambahan terhadap tingkat inflasi yang diharapkan selama periode utang.         
Sehingga akan menghasilkan laba, jika tingkat inflasi yang tejadi lebih tinggi dari pada tingkat bunga antisipasi. Pada kenyataannya, hampir tidak mungkin membedakan tingkat bunga antisipasi dan nonantisipasi saat terjadi inflasi.





Comments

Popular posts from this blog

Filosofi Garuda Wisnu Kencana (GWK)

Sewa Jas Bali Terlengkap dan Murah

7 Bagian Tubuh Yang Dapat Redakan Penyakit